Diselenggarakan oleh DEMA PAI IAIN Kediri
Kegiatan :
Tanggal pelasanaan : Kediri, 04 Juli 2020
Waktu : 09.00 WIB-selesai
Peserta : 751 Anggota
Media : Telegram
Pemateri : Dr. H. Fahruddin Faiz, S. Ag., M. Ag (Dosen UIN Sunan Kalijaga)
Moderator : Yulsiva Anissatun Nadhiroh (Mahasiswa S1 PAI)
Susunan acara :
- Pembukaan
- Penyajian materi dari seminar online
- Sesi tanya jawab atau question and answer
- Bila memungkinkan maka akan dibuka sesi sanggahan
- Penutup
Profil Pemateri
Nama : Fahruddin Faiz
Tempat/tanggal lahir : Mojokerto, 16 agustus 1975
Alamat rumah : Stan, RT. 5 Rw. 44 Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta
Alamat kantor : UIN Sunan Kalijaga Jl. Marsda Adi Suciptoo Yogyakarta
Email/kontak : fahruddin@uin-suka.ac.id
Riwayat pendidikan :
- S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan aqidah dan filsafat, lulus Tahun 1988
- S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, jurusan agama dan filsafat, lulus Tahun 2001
- S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan studi Islam, lulus tahun 2014
Pekerjaan : Dosen fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2000-sekarang)
PEMAPARAN TEORI
Etimologi
Mencari filsafat sejati sebagai fundamen pengembangan pedagogik Indonesia harus dimulai dengan memahami falsafah aspek etimologi. Hal ini bertujuan mempermudah evaluasi bagi pendidikan Indonesia.
1. Barat
Memahami pendidikan dengan tiga terminologi learning, studying/educating, training. Sistem pendidikan di barat memperhatikan dari etimologi asumsi-asumsi tersebut.
- Learning: aktivitas mental yang berlangsung dalam diri kita sebagai sebagai hasil dari interaksi aktif. Sederhananya, semua orang pasti learning. Misalkan, ada pertanyaan “mengapa kuliah ?” biar keterampilan, sikap (jawaban tersebut termasuk contoh dari learning.
- Studying adalah learning tapi dilakukan secara sengaja, terstruktur, dan sistematis. Sederhannya, sama dengan belajar yang sistematis. Tidak semua orang sekolah. Karena studying ialah pendidikan yang terstruktur seperti sekolah. Ciri khasnya pendidikan tersebut diatur oleh adanya kurikulum.
- Training: studying yang dilakukan untuk kebutuhan tertentu yang sifatnya praktis. Misalkan, ada pertanyaan “mengapa kuliah ?” untuk mecetak generasi yang sesuai dengan bidang ini. (Jawaban tersebut termasuk contoh dari learning.
Etimologi: Ta’lim/tadris, tarbiyah, ta’dib.
- Ta’lim : jenis pendidikan yang fokus pada pennanaman pengetahuan , menambah wawasan. Diharapkan manusianya juga berubah sesuai pengetahuan yang ditanamkan.
- Tarbiyah : fokus pada mengaktualkan potensi. Di sini memandang bahwa manusia sudah mempunyai potensi. Di dalam bahasa Jawa disebut momong. Tujuannya agar berjalan sesuai dengan potensinya.
- Ta’dib : fokusnya pada pembentukan karakter. Tidak sekedar diaktualkan tapi dibentuk sesuai karakter yang diidealkan. Secara singkatnya ‘diadabkan’.
Etimologi pendidikan menurut pandangan Islam di atas mewakili 3 aliran besar dalam filsafat pendidikan.
- Aliran behaviorisme: melihat bahwa manusia itu tergantug pada apa yang dimasukkan dalam diirnya. Kalau hidupnya diajarkan moral pastinya akan baik. Kalau jelek ya jelek. Paradigma ta’lim mirip dengan ini.
- Humanisme. Ikut dengan paradigma tarbiyah. Manusia lahir punya potensi-potensi. Dalam dirinya terkandung wawasan kebenenaran wawasan kebaikan. Mengaktualkan bakat dan potensi.
- Ta’dib. Aliran konstruktivisme berarti manusia dibentuk tidak sekedar dipengaruhi. “Punya daya kreatif. Bereskanlah karakter. Biarkan dia belajar. Sesuai dengan keyakinannya. Fokus pada pembentukan diri.”
Sisi Kesadaran Mental
Menurut Paulo Freire ada tiga jenis kesadaran mental yang berkembang. Pertama, kesadaran magis, seseorang pembelajar yang hanya ikut saja. Ikut yang dikatakan dosen, ikut di buku, dia tidak pernah nawar. Kecenderungan menerapkan dan dihafalkan. Memahami-dihafalkan-diterapkan atau sebaliknya. Implikasinya, ilmu pengetahuan mengalami stagnasi. Kedua, kesadaran naif. Kesadaran yang setengah-setengah. Tahu ada persoalan pura-pura tidak peduli. Ketiga, kesadaran kritis. Orangnya tahu kalau ada masalah dan siap berusaha mengubah masalah.
Magis Naif Kritis
Tidak tahu, tidak mau berubah
Tahu, tidak mau berubah Kritis dan mau berubah
Peran Ilmuan.
Ada tiga kategori.
- Problem solver. Kontributor untuk menyumbang solusi. Mengajukan konsep dan jalan keluar dengan teori.
- Part of The Problem. Teori tidak meyenelesaikan masalah justru memperkeruh masalah. Ingin berkontrubusi tapi justru menambah masalah.
- Ilmuan yang trouble maker. Masalah muncul dari dia. Semula tentram begitu ia berkonsep atau berteori lahirnya masalah.
Model Ilmuan
Ilmuan ada dua mode:
- Intelektual tradisonal. Para ilmuan para tokoh para ahli yang kinerja keilmuan hasilnya hasil menghasilkan status quo. Tidak mengubah apa-apa. Hanya mengulag teori. Ilmu yang berhenti di kelas dan di perpustakaan Tidak bisa mengubah masyarakat menjadi lebih baik.
- Intelektual organik. Ilmuan-ilmuan yang ilmunya adalah unsur pendorong terjadinya perubahan sosial di tenaga masyarakat ke arah yang lebih baik.
Konten Keilmuan/Paradigma Ilmu.
Hari ini dikenal setidaknya dikenal 3 paradigma 3 sains dengan konotasi tidak terlalu positif atau dikritik yaitu:
- Sains positivistik berrarti sains yang hanya menganggap benar segala yang kelihatan yang empiris dan rasional. Di luar tidak dianggap benar meskipun itu benar atau penting. Menuntut bukti empiris saja. Kecenderungan tidak metafisika. Pendidikan ini banyak dikritik. Perangkat yang dipercaya hanya akal dan pancaindra.
- Atomistik paradigma yang dikotomistik. Belajar satu ilmu dan cuek belajar yang lain. Memahami alam hanya satu perspektif. Kelanjutan dari paradigma ini ialah dualistik. Contohnya, yang ngerti psikologi tidak belajar antropologi, belajar Fikih tanpa tasawuf, dan sebagainya.
- Pragmatis. Orang belajar hanya ingin memenuhi tujuan yang sifatnya mementingkan hasil. Tidak peduli dengan prosesnya. Banyak rancangan pendidikan yang hanya melihat hasilnya. Kuliah biar dapat pekerjaan itu merupakan contoh dari pragmatis.
Pendidikan yang Konotasi Positif.
- Emansipatif. Pendidikan yang membuat kita baik secara idividu atau sosial meningkat kualitasnya.
- Pendidikan yang inklusif dan integratif. Terbuka dan kesadaran bahwa satu ilmu tidak akan sukses tanpa ilmu yang lain.
- Pendidikan yang membebaskan serta pendidikan yang demokratis. Pendidikan yang melahirkan mentalitas manusia mandiri yang tidak tergantung maupun terkungkung dnenan situasi di sekelilingnya. Kalau demokratis. Fokus dengan kualitas keahlian.
Visi Seorang Pembelajar
- Formalistik. Sains for norms. Ada ilmuan/pembelajar yang sebenarnya tidak punya visi, ikut saja aturan. Contoh, kuliah ingin dapat apa ? klau ingin dapat gelar, ijazah adalah formalistik.
- Sainstifik. Semboyan sains for sains. Contoh: ingin dapat ilmu pak. Hanya masih egois. Ingin pinter sendiri.
- Profetik. Sains for people for emansipation. Rasulullah Saw ialah sosok dengan visi profetik. Insan kamil bukan untuk diri sendiri. Ilmu dijadikan dasar untuk kulaitas bepikir, hidup masyarakat. Apa yang bisa idbeirkan untuk masyarakat.
Model Sistem Kelembagaan
- Sitem pendidikan gaya bank. Fokus pada mengoleksi dan menambah pengetahuan. Contohnya, skripsi yang menumpuk di perpustakaan.
- Kolonial. Belanda membuka politik etis. Mendapat pegeawai yang berkualitas dan dibayar murah. Kepentingan yang membangun sistem.
- Gaya kerajaan. Fokusnya pada raja untuk memenuhi kebutuhan pemeirntah. Untuk menguntungkan pemerintahnya saja. Banyaknya aturan-aturan.
Tantangan Membangun Sistem yang Ideal untuk Indonesia
- Penjara Alam
- Sejarah
- Penjara Masyarakat
- Penjara Ego
PERTANYAAN
Nama : Hairul Marif
Institusi : IAIN Kediri
Pertanyaan :
Bagaimana kita yang ada di ranah pendidikan mendongkrang suatu kesadaran mental kita yang masih di level magis dan naif untuk menjadi kritis/setara dengan kritis?
Jawaban:
Menggunakan kacamata filsafat, diawali rasa ingin tahu, jangan diterima. Cari sisi-sisi kelemahan, bersikap ingin tahu. Skeptis, tidak menerima begitu saja penjelasan yng diberkan kepadamu, menggali apa yang sesuai sebenarnya, berlatih untuk punya kesadaran kritis.
Nama : Dwi Anggoro Putro
Institusi : IAIN kediri
Apa faktor pemicu timbulnya part of the problem dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban:
Ilmuan itu kadang konstribusi bukan hasil dari telaah yang serius, terpengaruh fanatisme kelompok sehingga menjadi masalah baru. Ilmuan kurang canggih mengemas gagasan. Ilmu dikungkung ideologi yang dipercaya. Sentimen. Ketika ketelitian dan objektiitas dilewati.
Nama : Fadli
Institusi : IAIN Kediri
Bagaimana solusi/cara yang harus kita lakukan ketika ingin merealisasikan misi yang lebih tinggi, akan tetapi kita belum bisa mencapainya?
Jawaban:
Merealisasikan ilmunya. Memberi konstribusi. Sehingga tanggung jawab bisa lebih bagus. Rancang niat lebih tinggi.
Nama : Pandu Hendra
Institusi : STAI Shalahudin Pasuruan
Bagaimana cara mudah kita untuk mencampur adukan metode pendidikan yang ada di luar sehingga mudah diterima di Indonesia?
Nama : Diah Eke Purwanti
Institusi : IAIN kediri
Apakah pendidikan di Indonesia dapat dikatakan menggunakan paduan sistem kerajaan dan sistem bank? Hal ini dapat dilihat dari masih belum terealisasikannya beberapa ilmu yang didapat oleh mahasiswa yang tertuang dalam thesis maupun disertasi dan seluruh proses pendidikan cenderung diatur oleh pemerintahan pusat. Lantas kira-kira jenis sistem pendidikan macam apa yang paling ideal?
Jawaban: (karena jawaban berkorelasi maka dijadikan satu) Revisi kurikulum yang selalu dinamis sejalan dengan pergantian menteri mengakibatkan membingungkan kita. Semuanya butuh proses. Harus ada rancangan dan target. Tidak bisa drastis. Melakukan reformasi. Diawali dengan memetakan problem di tengah masyarakat. Kemudian melakukan sintesis, dimatangkan, konsep, dirancang implementasnya secara serius secara berkesinambungn. Meningkatkan kualitas hidup. Sementara itu, Indonesia masih seperti bank atau teodal. Sehingga kreativitas agak susah. Namun, bisa diatasi melalui kesadaran diri sendiri. Salah satunya dengan membuat skripsi yang benar-benar membuat perdebatan di masyarakat dapat terjawab.
Post a Comment (0)