FILSAFAT PERENIALISME & PROGRESIVISME

 


Dalam Aliran Filsafat Perenialisme, guru itu penting dalam proses pendidikan, karena guru pemilik nilai-nilai luhur, guru adalah yang lebih dahulu belajar, guru adalah pemilik ajaran abadi, guru itu orang ‘alim (ulama’) yakni pewaris Nabi.

 

Dalam Filsafat Progresivisme, murid itu juga penting dalam proses pendidikan, karena mereka adalah generasi muda, hidup ini bergerak ke depan, mereka lah pemilik masa depan yang akan berkiprah 10, 20, 30 tahun yang akan datang. Guru tidak ada artinya jika ilmu tidak diteruskan ke anak-anak, baik anak biologis maupun ideologis.

 

Guru harus paham bahwa murid memiliki sifat

- Individu dan sosial

- Bebas dan terikat

- Mensejarah

 

Guru harus paham bahwa murid itu makhluk individu, guru harus mengenali murid satu-persatu, tidak hanya mengenal nama saja, tetapi juga karakter perindividu.

 

Murid juga makhluk sosial, murid tidak boleh menutup diri, karena hidup ini sosial, bergandeng dengan yang lain. Contoh, berdoa tidak hanya untuk kebaikan diri sendiri, tetapi juga orang lain.

 

Murid itu makhluk bebas dan terikat, mereka bebas mengeluarkan ekspresinya, pendapat, pikiran, juga sekaligus terikat. Manusia terikat ketika ada hak atau norma orang lain yang terinjak. Ketika masih single bebas mengatakan cinta kepada siapa saja, namun ketika sudah terikat dalam pernikahan maka tidak boleh. Ketika unjuk rasa pun harus ada pemberitahuan kepada polisi, agar ada yang bisa mengawal, bisa seimbang antara norma diri sendiri dan orang lain. Ada hak, ada kewajiban. Hukum harus menjadi hal yang tertinggi dalam hal ini, demokrasi. Norma harus menjadi nilai tertinggi.

 

Manusia itu makhluk mensejarah, murid itu punya kenangan, memori, catatan, perjalanan hidup, maka jadilah guru yang dikenang oleh siswanya, jadilah pendidik yang diidolakan.

 

Ketika Hirosima & Nagasaki di bom, tidak ditanya “Tentara tinggal berapa?”, tetapi ditanya “Gurunya tinggal berapa?”, karena guru pemilik nilai-nilai, pengetahuan yang akan diberikan ke generasi masa depan. Indonesia & Jepang sama-sama 75 tahun, tetapi jepang sudah memiliki segalanya, sedangkan Indonesia masih menjadi negara berkembang. Teknologi di Jepang sangat maju, tetapi mereka khawatir karena tidak mempunyai murid yang melanjutkan nilai-nilai luhur. Di Jepang kekurangan para ahli, maka siapapun yang datang ke Jepang (asalkan punya kemampuan, terutama di bidang teknologi) akan dijamin kehidupannya. Negara-negara lain tidak begitu banyak memiliki generasi muda, orang-orang malas melahirkan, maka Indonesia sangat ditakuti dunia karena SDM tidak terputus.


Prof. Nuh mencetuskan bidikmisi untuk menjamin kehidupan peserta didik.

 

Jika ingin negara kuat, maju, maka pemilik masa depan harus dipersiapkan sedemikian rupa baik, itulah yang melatarbelakangi pesantren yang santrinya tidak diperbolehkan masak, makan sudah disediakan pondok. Itu merupakan ijtihad para Kyai agar anak belajar tidak terganggu pikriannya oleh urusan dapur.


Anak didik harus mendapat gizi cukup agar tidak stunting. Itulah konsep dari KH Salahuddin Wahid (adiknya KH Abdurrahman Wahid).

 

Misal, sekarang segala sesuatu harus memiliki BPJS, karena itu mengcover agar kedepannya terjaga, sumber daya harus sehat, badan sakit pasti tidak semangat belajar, tidak semangat bekerja.

 

Patuhilah aturan negara, orang yang anti pemerintah selalu mencari cara agar pemerintah terlihat goblok.

 

Kata Ibnu Taimiyyah,

ستون سنة من إمام جائر أصلح من ليلة واحدة بلا سلطان، والتجربة تبين ذلك 

(60 tahun dengan pemerintahan jelek itu lebih baik daripada semalam atau 1 jam tidak ada pemerintahan). Jangan merusak pemerintah dengan kedok agama. Mengkritik boleh, tetapi jangan merusak. Kalianlah pemilik dunia di tahun 2045. 😊

 

 

#Islamic-Education-Philosophy

#28-03-2021

Lebih baru Lebih lama