Banyak
teori-teori lama yang mungkin sekarang sudah tidak relevan. Maka harus
menggunakan buku-buku yang terbaru, terbitan-terbitan terbaru. Misal,
menggunakan teori yang sudah jelas terbukti tidak berpengaruh, tetapi tetap
digunakan, sehingga anak malas belajar, tidak berhasil meningkatkan prestasi.
Itulah penting kenapa kita harus menggunakan refrensi terbaru karena di situ
ada teori-teori terbaru.
Buatlah
makalah seperti artikel, berarti ada abstraknya, rumusan masalah, ada
permasalahannya, dan lain sebagainya. Permasalahan itu hambatan dalam
pelaksanaan supervisi tiap prinsip, kepala sekolah sulit melaksanakan prinsip
konstruktif. Itulah permasalahan.
Perhatikan
sistematika penulisan, abstrak footnote hanya satu, jangan dua, abstrak itu
menggambarkan, hanya miniatur, kecil tetapi bisa menjelaskan keseluruhan isi
materi, jangan terlalu panjang. Perhatikan sub bab, mana yang kelas nenek,
mana yang kelas kakek. Kalau salah menempatkan, maka orang yang membaca akan
bingung.
Selain itu, ada
Prinsip Demokratis, demokratis itu menjunjung tinggi hak dan martabat manusia,
menjunjung hak-hak mereka sebagai guru, kepala sekolah, hak untuk bertanya, hak
untuk komplain, menjelaskan, memberi alasan, itu harus dihargai.
Dalam 24 jam
itu pasti orang ada kekurangannya, daripada fokus pada kelemahan orang,
fokuslah pada peningkatan diri. Orang jelek jangan malah dijelek-jelekkan, ya
biarkan saja, jangan diumumkan kemana-mana, apakah dengan merendahkan orang kita menjadi lebih hebat? Malah justru lebih jelek. Kita hebat tidak dengan
merendahkan orang lain, kita tinggi tidak dengan merendahkan orang lain juga.
Demokratis itu
menjunjung tinggi, misalnya ada guru bermasalah, itu merupakan hal yang wajar, jangan
dibicarakan, tetapi lihatlah sisi positifnya dan pujilah agar semangat. Positif
terus aja lah hidup itu ! 😊
Dengan prinsip
demokratis ini, proses pendidikan menjadi berhasil. Sebagai supervisor harus
punya sikap yang demokratis, agar guru tidak takut, tidak malu dalam menyampaikan
keluhan mengenai ketidaksetujuannya dengan kita.
Kalau
supervisi tidak bisa meningkatkan kualitas, berarti supervisi itu gagal. Karena
rukun demokrasi tidak dilaksanakan.
Kemudian ada Prinsip
Ilmiah, ilmiah itu objektif, terencana, sistematis, realistis, dalam
menyupervisi tidak boleh tanpa data, sesuai apa adanya, jangan direkayasa,
jangan dengan perkitaan “katanya”, “kayaknya”, “jangan-jangan”, “biasanya”.
Sebagai orang
akademisi jangan sampai tidak ilmiah. Salah satu ciri ilmiah adalah objektif. Contohnya,
observasi langsung dan menyaksikan sendiri kelemahan guru. Guru kurang dalam
penguasaan materi, maka diadakan pembinaan penguasaan materi. Masalah tuntas,
guru bisa mengajar dengan penguasaan materi yang bagus.
Jika data
salah dan penyelesaian masalah juga salah, ya percuma.
Misal, orang mengantuk saat pembelajaran “Jangan-jangan orang ini belum makan”. “Jangan-jangan” kan tidak objektif, lalu diberi makanan banyak, dan begitu makan malah tidur. Itu berarti mengantuk bukan karena belum makan, tetapi karena kekenyangan. Maka harus objektif terhadap segala permasalahan, misalkan dengan ditanya langsung “Anda kenapa kok ngantuk?”, ternyata mengantuk karena kekenyangan, maka solusinya adalah diberi waktu untuk berolahraga. Itulah objektif, solusinya adalah olahraga, kalau tidak objektif, solusinya adalah diberi makan.
Solusi
salah maka akibatnya juga salah.
Berpikir,
menjelaskan, menguraikan itu harus sistematis, ada prioritas-prioritas. Contoh,
ada guru yang belum profesional, itu seharusnya membuat rancangan pembelajaran,
jangan malah langsung menyusun evaluasi.
Membuat
rencana pembelajaran ⏩
strategi pengajar ⏩ penggunaan
media ⏩ evaluasi.
Itulah sistematis, agar tidak bingung.
Selesaikanlah permasalahan yang realistis, jangan melakukan hal-hal yang tidak mungkin, lakukan solusi yang praktis-praktis saja. ✨
Post a Comment (0)