Mengecek darah orang
lain dengan diintip, menggunakan tisu, kapas, pantat ditepuk untuk memastikan
pakai pembalut, ataupun pembalut diambil lalu dilihat untuk memastikan itu
darah atau bukan, dan sejenisnya, itu adalah perilaku pelecehan seksual.
Harus paham batasan.
Harus menjaga hak privasi.
Yang harus dicari tahu adalah
kenapa anak berbohong. Apakah sudah dicari tahu di sekolah? Sudah pernah dikonseling?
Sudah pernah diprobing? Apa yang membuat anak berbohong? Kenapa anak berbohong
untuk menghindari sholat? Inilah yang seharusnya ditreatment. Kenapa
anak memandang sholat sebagai sesuatu yang ingin mereka hindari?
Nabi Muhammad tidak
pernah melakukan pemaksaan untuk mengenalkan Islam. Ketika anak dipaksa, yang
memotivasi perilaku dia adalah secara eksternal. Dia tidak menginternalisasi, “Kenapa
ya aku harus sholat”, “Apa ya pentingnya sholat buat aku?”
Dia sholat karena ingin
menghindari masalah dengan guru, dia bukan sholat karena kebutuhan, apakah itu
yang mau diberikan ke anak? Apakah itu yang akan diedukasi ke anak? Sholat
karena ada paksaan dari sekolah? Tidak kan?
Mengecek darah haid
adalah salah satu bentuk kekerasan seksual dan sangat mengintimidasi anak. Bisa
membuat anak trauma, merasa jijik dengan diri sendiri. Ketika meminta anak
untuk memberi ‘bukti’ bahwa dia sedang haid, mereka akan terus memutar mencari
cara supaya bisa menghindari sholat.
Kalau guru ingin care
apakah itu darah istihadhah, apakah beneran haid, bisa menggunakan kalender
siklus, mengajari sex education untuk lebih mengenal mengenal reproduksi,
kapan waktunya ovulasi, kapan memang waktunya haid, itu bisa dilakukan tanpa
harus mengecek darah, siklusnya normal atau tidak, jika tidak normal maka harus
diantar ke dokter.
Berbohong adalah bentuk
pertahanan diri, dia bertahan berarti dia merasa ada ancanam. Berarti, sekolah
memberikan ancaman atau tidak ke anak-anak?😊
*
*
*
By: Shaila Hanifah Zainab, S. Psi.
Konselor Pendidikan & Keluarga
Post a Comment (0)