Nabi Muhammad
adalah orang yang sah menjalankan Al-Qur’an dan diakui oleh Allah. Maka
Pendidikan Islam ada 2 perspektif, ketauhidan (teosentris) dan sudut pandang
manusia (antroposentris).
Tafsir adalah بيان معاني القرأن واستخراج أحكامه وحكمه, hikmah adalah ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا. Jadi, tafsir adalah penjelasan makna-makna al-Qur’an, mengeluarkan hukum-hukumnya, dan juga filosofi-filosofi (basic pemahamannya).
Nalar Bayan adalah nalar yang berdasarkan teks,
nalar yang berdasarkan dalil al-Qur’an dan Hadith. Al-Qur’an—Hadith
berkedudukan sebagai Nalar Bayani. Misalnya, kebenaran sholat ada dalam teks
al-Qur’an, cara menyembah tuhan yakni dengan sholat “إنني أنا الله لا إله
إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري” (Surah Thoha, ayat 14).
Nalar Burhani adalah nalar berdasarkan logika,
argumen, rasional. Al-Qur’an juga termasuk Nalar Burhani. ولقد همت
به وهم بها لولا أن رءا برهان ربه (Surah Yusuf, ayat 24) itu adalah kisah perselingkuhan yang
terdapat Nalar Burhani “لولا أن رءا برهان ربه” maka tidak sampai terjadi perseligkuhan
atau hal-hal mustahil. Itu adalah kisah asmara, karena di dalam perselingkuhan
pasti ada asmara. Semua orang pasti mengalami asmara pada lawan jenis. “ولقد همت
به وهم بها” perempuan itu tertarik pada Nabi Yusuf dan sebaliknya, tetapi
ada Nalar Burhani pada diri Nabi Yusuf bahwa Allah Maha Mengetahui.
Nalar semacam ini sangat diperlukan dalam Pendidikan
Agama Islam. Bagaimana menjadi manusia yang senantiasa yang nalarnya dituntun
oleh ketuhanan. Nalar Ketuhanan itu benteng. Koruptor itu Nalar Burhaninya ada
ndak?
Zulaikhah menjadi perbincangan warga, dia ingin
membuktikan secara rasional bahwa Yusuf sangat tampan sampai-sampai tidak bisa
menahan keinginan untuk berzina. Zulaikhah mengundang wanita-wanita dengan disediakan
buah dan pisau yang sangat tajam.
Mereka saja terpaku ketampanan Yusuf hingga tangannya
sendiri teriris padahal Yusuf hanya melewati mereka selama beberapa menit,
apalagi Zulaikhah yang bertemu setiap hari walau hanya hubungan tuan dan budak. Maka
sangat logis adanya kesempatan berzina tersebut, tetapi itu semua mampu dikendalikan
dengan adanya Nalar Burhani pada diri Yusuf.
Dalam budaya Jawa ada “Tingkepan”, dibacakan
Surah Yusuf. Itu tidak bertujuan mendapat ketampanan pada sang bayi. Yang
dimaksud adalah Nalar Burhani. Agar anak kelak memiliki Nalar Ketuhanan. “Tingkepan” dilaksanakan
ketika umur kandungan 4 bulan (120 hari), Allah SWT memberikan ruh (40 hari nutfah,
40 hari ‘alaqoh, 40 hari muthghoh). فإذا سويته ونفخت
فيه من روحي (al-Hijr, ayat 29). Setelah sempurna bentuknya, Aku
meniupkan ruh pada jiwa janin itu ruh dari-Ku. Itulah kontrak ketuhanan. Ada
juga di Surah Al-A’raf ayat 172.
Dalam tradisi “Tingkepan” juga dibacakan Surah
Maryam. Itu bukan simbol cewek cantik dalam Islam, tetapi simbol cewek yang suci. Maka, untuk menjadi wanita modern (berkemajuan) adalah wanita yang tidak gampangan dengan lelaki ajnabi kecuali atas dasar
kehendak Allah, atas dasar kehendak Allah yaitu ‘Nikah’. Itulah nalar yang
perlu diajarkan pada anak didik kita. 😊
Sebagai guru Pendidikan Agama Islam harus bisa
menjelaskan dengan rasional. Acara “Tingkepan” bukan diambil faedah kegantengan
dan kecantikan saja, tetapi nilai-nilai yang dimiliki Nabi Yusuf 'alaihissalam dan Sayyidah Maryam. Paham bagaimana menjadi perempuan dan laki-laki yang mempertahankan
Nalar Burhani. Tidak usah mengungkapkan janji-janji manis, berkencan kesana kemari, tetapi tetap setia, tanyai saja “Mas, kapan main ke rumahku? Bilanglah
ke Bapakku kalau sampean cinta sama aku. Pasti Bapakku bilang ‘Orangtuamu
kapan ke sini? Kapan ijab qobul?’” Itulah cara agar tidak terkena PHP (cinta
berdasarkan Plato dan Aristoteles).
Dalam
Surah Ali Imron (ayat 14) زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين,
laki-laki itu pasti senang kepada perempuan dan sebaliknya. Semua pasti senang
terhadap syahwat (keinginan), harta benda, keturunnan, cucu.
Wanita dinikahi karena 4 hal, jika tidak sukses mendapatkan perempuan dengan kriteria keempat-empatnya, maka pilihlah berdasarkan agamanya, yakni karena substasi agamanya, bukan karena banyak ilmu agamanya. تنكح المرأة لأربع مالها وجمالها وحسبها ودينها فاظفر بذات الدين, bukan “فاظفر بعلم الدين”. Tolak ukur utama ketika tidak mendapat yang cantik, kaya, nasab baik, maka pilihlah yang substansi agamanya baik. Tidak ada jaminan tidak berantakan meskipun keduanya pintar. Ilmu agama banyak bukan jaminan keluarga tenteram. Substansi Islam adalah damai, sejuk, nyaman, menyelamatkan, rumah tangga itu harus menyelamatkan ketika terjadi konflik. Wanita sholihah itu jika dilihat menyenangkan, cantik bukan jaminan jika dilihat menyenangkan, sebab ada juga cantik tapi judes.
Nalar ‘Irfani itu tidak membutuhkan Nalar
Bayani dan Nalar Burhani, tidak membutuhkan teks dan argumen rasional, tidak
membutuhkan dalil al-Qur’an—Hadith dan logika, tetapi orang sudah paham. Kita
semua pasti punya nalar ini, yakni hati nurani, itu pemberian Allah.
ما كذب الفؤاد ما
رأى (Surah Al-Najm, ayat 11), hati nurani
itu tidak pernah membohongi terhadap apa yang dia lakukan, terhadap apa yang
dia lihat. Orang pasti paham ‘menyontek’ itu tidak baik, pencuri itu paham
kalau itu jelek, koruptor itu tahu apa yang dilakukan tidak baik, itulah Nalar
‘Irfani.
Melihat
lawan jenis pasti yang pertama adalah wajah, dalam wajah itu menggambarkan
karakter seseorang, maka ketika memperkenalkan dua orang jangan dengan foto
agar mereka bisa saling menilai. “Aurat wanita itu semua kecuali muka dan
telapak tangan” itu bermakna bahwa karakter orang dibaca dari dua hal
tersebut. Ketika sholat pun itu dibuka meskipun Allah Maha Mengetahui. Maka,
ada pendapat bahwa wajah wanita itu harus dibuka’ agar bisa dipahami karakternya.
Nalar ‘Irfani penting dalam agama,
itu harus dituntun terus-menerus, jangan terkotori, itulah perlunya pengajaran,
perlunya pendidikan. Orang itu sebenarnya sudah paham baik dan buruk tetapi terkalahkan
dengan nafsu. Itulah basic (dasar) dalam Filsafat Pendidikan Islam. Maka
posisi Al-Qur’an dan Hadith itu sebagai Nalar Bayani, Burhani, dan ‘Irfani. 😊
#MataKuliahFilsafatPendidikanIslam
Post a Comment (0)